Heboh Pengakuan Uang Rp 200 Juta: KPK Tegaskan Posisi Tenaga Ahli dalam Kasus Judol
Pengakuan mengejutkan datang dari ruang persidangan dalam kasus korupsi yang menyeret nama Judol Adhi Kismanto, terdakwa dalam perkara gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang. Seorang tenaga ahli mengaku menerima uang sebesar Rp 200 juta dari Judol, yang sontak memicu kegaduhan publik dan memunculkan spekulasi keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, tak butuh waktu lama, KPK langsung angkat suara untuk meluruskan isu yang berkembang cepat tersebut. Melalui juru bicara resminya, lembaga antirasuah itu menegaskan posisi dan peran tenaga ahli yang bersangkutan dalam konteks hukum.
Pengakuan Mengejutkan di Persidangan
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, tenaga ahli berinisial H mengaku secara terbuka bahwa ia menerima dana sebesar Rp 200 juta dari terdakwa Judol Adhi Kismanto. Pengakuan itu muncul saat hakim menanyakan peran dan hubungan H dengan proyek yang menjadi inti kasus korupsi tersebut.
H menyebut bahwa uang itu diberikan sebagai “biaya konsultasi”, namun tidak ada kontrak resmi maupun dokumentasi yang menjelaskan maksud penggunaan dana tersebut. Fakta ini langsung memicu spekulasi bahwa transaksi tersebut bisa menjadi bagian dari skema suap atau gratifikasi terselubung.
KPK Tegaskan Tidak Ada Keterlibatan Struktural
Menanggapi isu tersebut, KPK melalui Kepala Bagian Pemberitaan menjelaskan bahwa tenaga ahli yang bersangkutan bukan merupakan bagian dari struktur KPK ataupun petugas resmi dalam proses penyidikan kasus Judol. Ia adalah pihak eksternal yang pernah dilibatkan dalam proses kajian teknis sebagai narasumber, bukan sebagai penyidik atau penegak hukum.
“Kami ingin menegaskan bahwa saudara H tidak memiliki kewenangan representatif atas nama KPK. Jika ada penerimaan uang dari pihak terdakwa, itu bersifat pribadi dan tidak ada kaitannya dengan institusi,” ujar juru bicara KPK dalam konferensi pers, Kamis (19/6).
Potensi Pelanggaran dan Tindak Lanjut
Meski KPK membantah adanya hubungan struktural, lembaga tersebut tetap berkomitmen menelusuri lebih lanjut dugaan pelanggaran etik maupun pidana yang mungkin terjadi. Jika ditemukan bukti bahwa penerimaan uang tersebut dilakukan untuk memengaruhi proses hukum atau memiliki muatan gratifikasi, maka akan ada proses hukum lanjutan.
KPK juga mengingatkan bahwa semua pihak yang terkait dalam proses peradilan harus menjaga integritas dan tidak menyalahgunakan posisi atau keahlannya untuk kepentingan pribadi.
Reaksi Publik dan Tekanan Transparansi
Isu ini menimbulkan reaksi luas dari masyarakat, terutama dari kalangan pegiat antikorupsi. Mereka mendorong agar KPK tetap bersikap tegas dan tidak ragu mengusut keterlibatan siapa pun, termasuk pihak eksternal yang punya akses dalam proses hukum.
“Ini soal kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum. Jika pengakuan uang Rp 200 juta itu benar adanya dan tidak dilaporkan, maka itu sudah cukup jadi dasar pemeriksaan lanjutan,” ujar salah satu aktivis antikorupsi dari ICW.
Transparansi dan Ketegasan Jadi Kunci
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pemberantasan korupsi harus dilaksanakan dengan prinsip transparansi menyeluruh. Pengakuan mengejutkan seperti ini tak boleh diabaikan, bahkan jika pelakunya bukan bagian resmi dari institusi penegak hukum.
KPK kini dihadapkan pada ujian integritas: membuktikan bahwa siapa pun yang terlibat, baik dari dalam maupun luar sistem, harus bertanggung jawab atas tindakannya. Dan publik, dengan mata terbuka, terus mengawasi jalannya keadilan.