Dedi Mulyadi Gelontorkan Rp600 Miliar: Sekolah Swasta Tak Lagi Anak Tiri
Komitmen terhadap pemerataan pendidikan kembali ditunjukkan oleh tokoh politik dan mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. Dalam langkah berani dan penuh visi, Dedi mengalokasikan anggaran sebesar Rp600 miliar khusus untuk membantu siswa sekolah swasta, sebuah keputusan yang mematahkan stigma lama bahwa sekolah swasta selalu berada di pinggir perhatian pemerintah.
Membongkar Ketimpangan Pendidikan
Selama ini, sekolah swasta kerap dianggap sebagai “anak tiri” dalam sistem pendidikan nasional. Bantuan dan subsidi lebih banyak mengalir ke sekolah negeri, sementara sekolah swasta harus berjuang sendiri, meski sering kali menampung siswa dari kalangan menengah ke bawah. Dedi Mulyadi melihat kondisi ini sebagai bentuk ketidakadilan struktural yang perlu diakhiri.
“Sudah saatnya kita berhenti membedakan mana sekolah negeri dan mana swasta. Semua siswa punya hak yang sama untuk dibantu dan didukung,” ujar Dedi dalam konferensi pers yang digelar di Subang.
Rp600 Miliar untuk Keadilan Pendidikan
Dana sebesar Rp600 miliar ini rencananya akan dialokasikan untuk berbagai kebutuhan sekolah swasta, mulai dari subsidi SPP siswa, peningkatan fasilitas, hingga dukungan beasiswa bagi pelajar kurang mampu. Fokus utamanya adalah meringankan beban orang tua yang memilih sekolah swasta karena berbagai alasan, termasuk kedekatan lokasi, kualitas pendidikan, atau kepercayaan tertentu.
Dedi menegaskan bahwa langkah ini bukan hanya kebijakan populis, tapi investasi jangka panjang dalam kualitas sumber daya manusia. Ia percaya bahwa kemajuan daerah tidak bisa hanya bergantung pada sekolah negeri, melainkan harus melibatkan seluruh lembaga pendidikan yang ada.
Disambut Positif oleh Masyarakat dan Pengelola Sekolah
Kebijakan ini langsung disambut antusias oleh berbagai pihak, terutama para pengelola sekolah swasta yang selama ini merasa “terasing” dari kebijakan pendidikan publik. Banyak dari mereka menyatakan bahwa bantuan tersebut akan sangat berarti dalam menjaga kelangsungan operasional sekolah serta meningkatkan mutu pengajaran.
Salah satu kepala sekolah swasta di Karawang menyebut, “Kami tidak butuh dibeda-bedakan. Yang kami butuhkan adalah kesempatan untuk berkembang, dan Pak Dedi menjawab itu dengan nyata.”
Menuju Pendidikan Tanpa Diskriminasi
Langkah Dedi Mulyadi menjadi contoh bagaimana seorang pemimpin bisa membawa perubahan konkret ketika berani menyentuh isu-isu sensitif yang kerap diabaikan. Dengan menghapus garis pembatas antara sekolah negeri dan swasta dalam hal perhatian pemerintah, Dedi tengah membangun pondasi menuju pendidikan yang adil, inklusif, dan bermartabat.
Sekolah swasta tak lagi anak tiri—itulah pesan moral dari kebijakan Rp600 miliar yang digagas Dedi Mulyadi. Ini bukan sekadar angka besar dalam anggaran, tetapi simbol dari pengakuan dan keadilan bagi ribuan siswa yang selama ini belajar dalam sistem yang tak sepenuhnya memihak.
Jika langkah ini diikuti oleh daerah lain, bukan mustahil wajah pendidikan Indonesia akan menjadi lebih cerah—untuk semua.