Prabowo Tegas: Indonesia Tak Mau Terjebak Siap Jadi Jembatan AS dan China
Di tengah memanasnya tensi geopolitik global, terutama antara dua raksasa dunia—Amerika Serikat dan China, Menteri Pertahanan sekaligus presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan sikap luar negeri Indonesia yang mencuri perhatian dunia internasional.
Dalam forum diplomatik tingkat tinggi yang digelar pekan ini di Jakarta, Prabowo menyatakan bahwa Indonesia tidak akan berpihak kepada salah satu kekuatan besar tersebut, namun justru bertekad untuk menjadi jembatan dialog dan kerja sama antara keduanya.
“Kami tidak ingin terjebak dalam dikotomi Timur dan Barat. Indonesia punya posisi strategis, dan kami ingin memanfaatkannya untuk menciptakan stabilitas,” ujar Prabowo dalam pidatonya yang disambut tepuk tangan delegasi internasional.
Netral Bukan Berarti Pasif
Pernyataan Prabowo menegaskan posisi klasik Indonesia dalam politik bebas aktif. Namun kali ini, nuansanya lebih tegas dan terarah. Bukan hanya bersikap netral, Indonesia di bawah kepemimpinannya justru ingin menjadi aktor aktif dalam meredakan ketegangan global, terutama dalam isu perdagangan, teknologi, dan pertahanan.
Prabowo menilai bahwa perang dagang antara AS dan China bukan hanya merugikan dua negara tersebut, tetapi menyebabkan gejolak ekonomi global yang turut memengaruhi negara-negara berkembang seperti Indonesia.
“Perdagangan global tidak boleh dikendalikan oleh persaingan hegemonik. Indonesia akan mengambil peran sebagai fasilitator dialog yang adil,” tegasnya.
Posisi Strategis Indonesia di Mata Dunia
Letak geografis Indonesia yang berada di jalur penting pelayaran internasional seperti Selat Malaka, serta hubungannya yang baik dengan kedua negara besar tersebut, menjadikan Indonesia memiliki modal kuat untuk menjadi “jembatan diplomatik”.
Sejumlah pengamat menilai bahwa inisiatif Prabowo ini menunjukkan kesiapan Indonesia untuk memainkan peran lebih besar di panggung internasional, tidak hanya sebagai penonton, tapi juga sebagai penggerak perdamaian.
“Prabowo tidak hanya menawarkan netralitas, tapi juga posisi solusi. Ini adalah pernyataan politik luar negeri yang sangat visioner,” ujar Dinna Prapto Raharja, pakar hubungan internasional dari CSIS Indonesia.
Diplomasi di Era Baru
Langkah ini juga dinilai sejalan dengan arah diplomasi modern yang lebih fleksibel, adaptif, dan berbasis kepentingan nasional jangka panjang. Prabowo memastikan bahwa Indonesia akan tetap menjaga hubungan baik dengan semua pihak, tanpa harus tunduk pada tekanan geopolitik mana pun.
“Kami terbuka untuk bekerja sama dengan semua negara. Tapi keputusan kami akan selalu berdasarkan pada prinsip keadilan dan kepentingan rakyat Indonesia,” imbuhnya.
Pernyataan Prabowo bukan hanya isyarat diplomatik, tapi juga sinyal bahwa Indonesia ingin naik kelas dalam peran global. Di saat dunia makin terbelah oleh rivalitas adidaya, kehadiran pihak ketiga yang netral namun berpengaruh seperti Indonesia sangat dibutuhkan.
Apakah misi menjadi jembatan ini akan berhasil? Waktu dan konsistensi arah kebijakan akan menjadi ujian utama. Yang jelas, dunia sedang memperhatikan langkah Indonesia—dan Prabowo tahu betul bahwa sejarah sedang membuka ruang.